Kamis, 24 Oktober 2013

Membantu Anak Meredam Emosi


Sebagai orang tua, kita mungkin sering mengeluhkan perilaku anak-anak yang kurang sesuai dengan harapan kita. Walaupun jika ditilik lebih jauh, sebenarnya orang tualah yang mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan perilaku anak tersebut. Di antara perilaku anak yang sering kita dapati adalah lancang (berani melawan orang tua) dan pemarah.

Dalam menyikapi hal ini, diperlukan pendidikan yang tepat terhadap anak, terutama pendidikan terhadap keseimbangan emosi anak. Sebagai orang tua, sudah seharusnya memahami cara mendidik anak dengan baik. Dalam tulisan ini, ada tujuh metode yang akan membantu orang tua dalam mendidik anak, terutama untuk menghilangkan sikap lancang, pemarah dan sikap negatif lainnya pada sang anak dengan pendidikan dan sikap yang positif dari orang tua.

1. Melatih anak mengungkapkan isi hatinya

Orang tua hendaknya mengajarkan kepada anak bagaimana mengungkapkan isi hatinya dengan kata-kata. Karena terkadang anak memilih mengungkapkan isi hatinya dengan perilaku-perilaku yang tidak baik, misalnya marah-marah, berteriak, menggigit kuku, merobek baju dan perilaku negatif lainnya sebagai bentuk ungkapan isi hati mereka. Oleh karena itu, orang tua sudah seharusnya mengajarkan kepada anak, bagaimana mengungkapkan isi hati mereka dengan berbicara baik-baik.

2. Memberikan pujian

Ketika anak sudah bisa mengungkapkan isi hatinya yang sedang kesal dengan pembicaraan yang baik, sebaiknya kita memberikan pujian kepadanya. Selain itu kita juga terus membantunya untuk mengungkapkan perasaannya, terutama perasaan-perasaan negatif seperti kesal, jengkel, marah, iri. Perilaku orang tua seperti ini jauh lebih baik dari pada sekedar diam atau bahkan malah memarahi si anak.

3. Mengabaikan kemarahan si anak

Mengabaikan kemarahan si anak, bukan berarti kita tidak memperdulikan mereka, akan tetapi ketika anak mulai marah sebaiknya kita tidak buru-buru memberikan perhatian. Karena, jika si anak mengira bahwa kemarahannya bisa menarik perhatian kita, maka anak akan semakin sering melakukannya. Hal yang perlu dilakukan orang tua adalah dengan mendatangi si anak yg sedang marah tadi, kemudian menjelaskan bahwa bukan kemarahan anak yang membuat orang tua jadi perhatian, tetapi ada hal penting yang harus dibicarakan antara orang tua dan anak. Dengan ini diharapkan si anak akan terlupa dari marahnya dan beralih ke dialog dengan orang tua.

4. Tegas

Jika si anak tetap dalam sikap lancang atau marah, satu waktu orang tua juga harus bersikap tegas kepada anak, tetapi dengan sikap tenang dan tidak marah-marah. Karena, jika orang tua menasehati anak untuk tidak marah, tetapi dia sendiri dalam keadaan marah, anak justru sulit untuk menerima nasihat itu. Dalam memberi nasihat, orang tua seharusnya juga memberi contoh langsung.

5. Jangan menghukum anak

Ketika anak terus-menerus marah atau bersikap lancang, sebaiknya orang tua tidak menghukumnya. Tetapi, orang tua harus terus-menerus memberikan arahan dan nasihat sekaligus memberikan anak kesempatan untuk mengungkapkan kekesalannya. Orang tua juga membantu anak untuk mengungkapkannya, bisa lewat dialog atau lainnya, sehingga anak bisa dengan mudah mengungkapkan apa yang sedang dipikirkannya. Bagi orang tua, lebih bagus lagi jika sering-sering mengungkapkan perasaan sayangnya ke anak.

6. Permainan menahan emosi

Sebagai orang tua, hendaknya membiasakan diri untuk memberikan anak permainan-permainan yang dengannya anak-anak bisa dilatih untuk mengatur emosi mereka. Misalnya, dengan memberikan bintang (nilai) kepada anak yang bisa menahan emosi mereka pada saat yang sebenarnya hal itu mudah membuat mereka marah. Kemudian memberikan dua bintang untuk anak yang sudah marah, tetapi mampu meredam amarahnya dengan mengungkapkan kemarahan itu melalui kata-kata atau dialog. Dan permainan-permainan lainnya yang pada intinya dapat melatih anak-anak bagaimana mengungkapkan kemarahan dengan cara yang benar.

Kemudian, orang tua hendaknya selalu menanamkan pemahaman kepada anak, bahwa seorang yang kuat adalah orang yang bisa menahan dirinya, sebagaimana sabda Nabi saw, “Kekuatan bukanlah (dilihat) dari (cara dia) bergulat, akan tetapi kekuatan adalah barangsiapa yang bisa menahan dirinya ketika marah.” Orang tua harus menanamkan makna hadits ini serta mengingatkan mereka bahwa kejahatan pertama dalam sejarah umat manusia adalah terbunuhnya Habil di tangan Qabil. Salah satu sebabnya adalah karena Qabil mengungkapkan kemarahannya dengan cara yang salah, dan akhirnya hanya menimbulkan penyesalan, sebagaimana pepatah Arab mengatakan, “Marah, diawali dengan kegilaan dan di akhiri dengan penyesalan.” Anak-anak juga harus diajarkan bagaiman mengatur amarah mereka dengan Isti’adzah, berwudhu dan merubah posisi dari berdiri ke duduk dan seterusnya sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi saw.

Dari pengalaman beberapa orang, ada beberapa cara untuk menghilangkan marah pada anak. Salah satu orang tua memberikan cermin kepada anaknya yang sedang marah dan berkata kepadanya, “Coba lihat wajahmu di cermin!” Setelah beberapa saat, anak pun berhenti marah bahkan malah tertawa.

Cara lain yang dilakukan salah satu orang tua adalah, ketika anak marah orang tua membuat sebuah garis di atas kertas yang di gantung di dinding, jika sang anak tidak jadi marah, maka orang tua menghapus garis tersebut, begitu setersunya sampai anak akan melihat sendiri betapa seringnya dia marah.

Ada juga seorang ayah yang membuat kesepakatan dengan anaknya, bahwa ketika sang anak marah dia akan mengungkapkan kemarahannya itu dengan menulis di kertas. Lain lagi dengan orang tua yang menghadapi kemarahan anaknya dengan hal-hal yang lucu. Cara-cara di atas terbukti bisa mengendalikan amarah pada beberapa anak, tentunya setiap anak akan berbeda pula penanganannya.

Dari beberapa cara di atas, hal yang tidak boleh kita lupakan sebagai orang tua adalah senantiasa memahamkan kepada anak, kapan, di mana dan kepada siapa marah itu boleh dilakukan. Jika anak mampu mencapai tahapan ini dalam mengatur emosi mereka, maka inilah yang dinamakan “Kecerdasan Emosional.” Hal ini sangat penting untuk menjaga kesehatan mental anak-anak dan dengan melakukan cara-cara di atas, diharapkan anak kita bisa mencapai “Kecerdasan Emosional”.

Artikel ini diadaptasi dari artikel Dr. Jasem Al-Matuu’ di saaid.net oleh tim redaksi permata. (Dee)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar